Prinsip dan Gagasan
Amandemen Ke 5
Hasil Rumusan dan Rekomendasi
Dewan Perwakilan Daerah
KLIK DI SINI UNTUK BACA TEXT LENGKAP
Amandemen Ke 5
Hasil Rumusan dan Rekomendasi
Dewan Perwakilan Daerah
KLIK DI SINI UNTUK BACA TEXT LENGKAP
Prinsip yang menjadi pegangan:
Perubahan disepakati bahwa nama hukum dasar tetap menggunakan UUD 1945, guna menjaga semangat perjuangan dan independensi yang melekat pada tahun kemerdekaan tersebut.
Hal-hal yang menjadi kesepakatan dasar MPR ketika melakukan Perubahan I hingga IV, juga terus ditegaskan dalam Perubahan V ini, yaitu tidak berubahnya pembukaan, negara kesatuan, dan penguatan sistem pemerintahan presidensial.
Kesepakatan tersebut perlu ditegaskan untuk menyatakan perubahan ke depan tidak akan membongkar pondasi dasar kehidupan bernegara, khususnya yang berhubungan dengan Pancasila sebagai dasar negara.
Kesepakatan-kesepakatan demikian disadari sebagai konsensus politik nasional yang menjadi prasyarat kemungkinan berlanjutnya perubahan UUD.
Secara substansi, perubahan lanjutan akan menyempurnakan saling kontrol saling imbang pada cabang-cabang kekuasaan.
Di bidang eksekutif:
Pemilihan presiden langsung sebaiknya membuka peluang adanya calon independen, mengubah dominasi partai politik yang saat ini memonopoli pencalonan presiden.
Untuk menguatkan sistem presidensial yang efektif perlu desain konstitusi yang merangsang hadirnya sistem kepartaian sederhana.
Dalam upaya mendorong hadirnya kepartaian yang sederhana tersebut maka perlu didesain pencalonan presiden yang terjadi sebelum pemilu legislatif.
Partai-partai didorong untuk berkoalisi dengan dasar platform kepartaian, tidak semata-mata persamaan kepentingan kekuasaan.
Di bidang legislatif:
Kewenangan DPD sebaiknya dikuatkan agar fungsinya sebagai penyeimbang DPR dapat dilaksanakan dengan lebih efektif.
Pemilihan anggota DPD yang secara langsung melalui sistem perwakilan provinsi harus disinkronkan dengan kewenangannya yang lebih kuat.
Fungsi pertimbangan yang saat ini melekat kepada DPD, dalam hal-hal yang berkaitan dengan daerah, sebaiknya ditingkatkan.
Dalam proses legislasi, DPD tidak hanya terbatas memberikan pertimbangan, tetapi turut mempunyai hak suara untuk menentukan lolos tidaknya RUU.
Selain penguatan fungsional, perlu juga dilakukan penguatan struktural, terutama berhubungan dengan personal DPD.
Proteksi personal adalah dengan mengangkat hak imunitas DPD yang saat ini ada dari tingkat UU ke tingkat konstitusi.
Sistem parlemen Indonesia ke depan sebaiknya mengarah pada sistem parlemen bikameral yang efektif.
Di bidang yudikatif:
Sebaiknya ditegaskan konsep MK sebagai court of law dan MA sebagai court of justice. MK sebaiknya diberikan kewenangan untuk menguji semua
peraturan perundangan.
MA diberikan kewenangan forum previlegiatum untuk memutus kasus kejahatan pada tingkat pertama dan terakhir bagi pejabat negara.
Kewenangan MK juga perlu ditambah untuk memeriksa permohonan constitutional complaint. Kewenangan demikian penting untuk menjamin aturan HAM di dalam konstitusi tidak hanya menjadi aturan kosong, tanpa perlindungan konkret kepada semua warga negara.
Masih di bidang HAM, masih diperlukan perubahan lanjutan untuk menegaskan terwujudnya perlindungan HAM, misalnya terkait jaminan kebebasan pers, hak pekerja, dan hak perempuan.
Hubungan Antar Lembaga Negara:
Pemisahan kekuasaan di dalam konstitusi harus menampung lahirnya independent agencies yang memperkuat bangunan negara hukum.
Peletakan independent agencies ke dalam konstitusi tersebut di samping memperkokoh bangunan negara demokrasi konstitusional Indonesia juga untuk menjawab makin kompleksnya permasalahan ketatanegaraan modern.
Dalam konteks tersebut, konsep klasik pemisahan kekuasaan ala Montesquieu (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) sudah relatif ketinggalan zaman. [Bruce Ackerman mengatakan ketatatanegaraan Amerika Serikat berdiri di atas lima cabang kekuasaan, tidak lagi tiga, yaitu: Presiden, Senate, House of Representatives, Mahkamah Agung, dan independent agencies.]
Komisi Hak Asasi Manusia, KPK, Komisi Kebebasan Pers, KPU harus diangkat menjadi organ konstitusi, untuk melakukan fungsi kontrol penegakan HAM, pemberantasan
korupsi, menjamin kebebasan pers dan pemilu yang luber dan jurdil.
Penambahan empat lembaga independen itu melengkapi keberadaan Komisi Yudisial sebagai penjamin prinsip lembaga peradilan yang independen, dan akuntabel.
Hubungan Pusat dan Daerah:
Reformasi hubungan pusat dan daerah juga harus diagendakan dalam perubahan konstitusi.
Kuatnya tuntutan otonomi daerah harus diberikan jaminan konstitusi yang tegas untuk sejalan dengan bentuk negara kesatuan.
Desain konstitusi harus menemukan formula yang tepat untuk terus mendorong desentralisasi yang tidak menumbuhkan potensi disintegrasi.
Konstitusi juga mesti mempunyai norma yang berpihak kepada keberagaman dan kekhususan daerah, ataupun masyarakat adat setempat.
[http://perubahankelimauud45.com/Perumusan-Akhir/]
Perubahan disepakati bahwa nama hukum dasar tetap menggunakan UUD 1945, guna menjaga semangat perjuangan dan independensi yang melekat pada tahun kemerdekaan tersebut.
Hal-hal yang menjadi kesepakatan dasar MPR ketika melakukan Perubahan I hingga IV, juga terus ditegaskan dalam Perubahan V ini, yaitu tidak berubahnya pembukaan, negara kesatuan, dan penguatan sistem pemerintahan presidensial.
Kesepakatan tersebut perlu ditegaskan untuk menyatakan perubahan ke depan tidak akan membongkar pondasi dasar kehidupan bernegara, khususnya yang berhubungan dengan Pancasila sebagai dasar negara.
Kesepakatan-kesepakatan demikian disadari sebagai konsensus politik nasional yang menjadi prasyarat kemungkinan berlanjutnya perubahan UUD.
Secara substansi, perubahan lanjutan akan menyempurnakan saling kontrol saling imbang pada cabang-cabang kekuasaan.
Di bidang eksekutif:
Pemilihan presiden langsung sebaiknya membuka peluang adanya calon independen, mengubah dominasi partai politik yang saat ini memonopoli pencalonan presiden.
Untuk menguatkan sistem presidensial yang efektif perlu desain konstitusi yang merangsang hadirnya sistem kepartaian sederhana.
Dalam upaya mendorong hadirnya kepartaian yang sederhana tersebut maka perlu didesain pencalonan presiden yang terjadi sebelum pemilu legislatif.
Partai-partai didorong untuk berkoalisi dengan dasar platform kepartaian, tidak semata-mata persamaan kepentingan kekuasaan.
Di bidang legislatif:
Kewenangan DPD sebaiknya dikuatkan agar fungsinya sebagai penyeimbang DPR dapat dilaksanakan dengan lebih efektif.
Pemilihan anggota DPD yang secara langsung melalui sistem perwakilan provinsi harus disinkronkan dengan kewenangannya yang lebih kuat.
Fungsi pertimbangan yang saat ini melekat kepada DPD, dalam hal-hal yang berkaitan dengan daerah, sebaiknya ditingkatkan.
Dalam proses legislasi, DPD tidak hanya terbatas memberikan pertimbangan, tetapi turut mempunyai hak suara untuk menentukan lolos tidaknya RUU.
Selain penguatan fungsional, perlu juga dilakukan penguatan struktural, terutama berhubungan dengan personal DPD.
Proteksi personal adalah dengan mengangkat hak imunitas DPD yang saat ini ada dari tingkat UU ke tingkat konstitusi.
Sistem parlemen Indonesia ke depan sebaiknya mengarah pada sistem parlemen bikameral yang efektif.
Di bidang yudikatif:
Sebaiknya ditegaskan konsep MK sebagai court of law dan MA sebagai court of justice. MK sebaiknya diberikan kewenangan untuk menguji semua
peraturan perundangan.
MA diberikan kewenangan forum previlegiatum untuk memutus kasus kejahatan pada tingkat pertama dan terakhir bagi pejabat negara.
Kewenangan MK juga perlu ditambah untuk memeriksa permohonan constitutional complaint. Kewenangan demikian penting untuk menjamin aturan HAM di dalam konstitusi tidak hanya menjadi aturan kosong, tanpa perlindungan konkret kepada semua warga negara.
Masih di bidang HAM, masih diperlukan perubahan lanjutan untuk menegaskan terwujudnya perlindungan HAM, misalnya terkait jaminan kebebasan pers, hak pekerja, dan hak perempuan.
Hubungan Antar Lembaga Negara:
Pemisahan kekuasaan di dalam konstitusi harus menampung lahirnya independent agencies yang memperkuat bangunan negara hukum.
Peletakan independent agencies ke dalam konstitusi tersebut di samping memperkokoh bangunan negara demokrasi konstitusional Indonesia juga untuk menjawab makin kompleksnya permasalahan ketatanegaraan modern.
Dalam konteks tersebut, konsep klasik pemisahan kekuasaan ala Montesquieu (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) sudah relatif ketinggalan zaman. [Bruce Ackerman mengatakan ketatatanegaraan Amerika Serikat berdiri di atas lima cabang kekuasaan, tidak lagi tiga, yaitu: Presiden, Senate, House of Representatives, Mahkamah Agung, dan independent agencies.]
Komisi Hak Asasi Manusia, KPK, Komisi Kebebasan Pers, KPU harus diangkat menjadi organ konstitusi, untuk melakukan fungsi kontrol penegakan HAM, pemberantasan
korupsi, menjamin kebebasan pers dan pemilu yang luber dan jurdil.
Penambahan empat lembaga independen itu melengkapi keberadaan Komisi Yudisial sebagai penjamin prinsip lembaga peradilan yang independen, dan akuntabel.
Hubungan Pusat dan Daerah:
Reformasi hubungan pusat dan daerah juga harus diagendakan dalam perubahan konstitusi.
Kuatnya tuntutan otonomi daerah harus diberikan jaminan konstitusi yang tegas untuk sejalan dengan bentuk negara kesatuan.
Desain konstitusi harus menemukan formula yang tepat untuk terus mendorong desentralisasi yang tidak menumbuhkan potensi disintegrasi.
Konstitusi juga mesti mempunyai norma yang berpihak kepada keberagaman dan kekhususan daerah, ataupun masyarakat adat setempat.
[http://perubahankelimauud45.com/Perumusan-Akhir/]