Menggeser Oligarki

Wimar Witoelar
http://www.perspektif.net/indonesian/article.php?article_id=1360


Menarik untuk memikirkan secara sederhana mengapa bisa sampai begini. Kita lihat bahwa reaksi publik bermacam- macam.  Dari yang mulai skeptis, meragukan, meremehkan, sampai yang benci dan marah-marah, sampai mendukung, dan sampai menjadi sangat bersemangat ingin ikut bergabung. Spektrum respons sangat lebar,sesuatu yang sehat dalam demokrasi.  Jelas bukan suatu kejadian biasa,pendirian Partai SRI dan pencalonan Sri Mulyani, merupakan satu-satunya berita politik yang membuka pilihan baru kepada publik.

Kekurangdewasaan politik masyarakat kita masih terlihat pada reaksi negatif, sedangkan kita tahu bahwa kalau orang tidak suka pada seorang calon presiden, mudah sekali menyatakannya.  Tidak perlu sibuk menggugat, mencerca, dan melemparkan tuduhan. Cukup abaikan saja, jangan pilih. Namun,pencalonan Sri Mulyani mengkhawatirkan orang yang tidak ingin diganggu dalam kegiatan yang ”biasa”.Terulang suasana kampanye hitam yang menyerangnya di televisi dan DPR pada 2009–2010. Ternyata efektif, seperti kata Menteri Propaganda Adolf Hitler,Joseph Goebbels ”kalau kamu cukup sering mengulangi dan meneriakkan kebohongan, lama-lama orang akan percaya.” 

Ini masalah sementara, karena tuduhan media dan DPR dalam kasus Century tidak didukung oleh fakta hukum. Tidak ada perangkat hukum yang menyatakan Sri Mulyani bersalah, hanya suara politik dan televisi politik.  Yang lebih signifikan, keistimewaan pencalonan Sri Mulyani dan pendirian partai SRI adalah bahwa warga mampu bersuara bebas dalam sistem demokrasi kita. Sebelumnya banyak yang menganggap demokrasi gagal, karena pemerintah bermasalah, partai penuh skandal, dan DPR menjalankan kepentingan diri. Akan tetapi yang gagal bukan sistem demokrasi, melainkan pemakai sistem itu.

Singkat kata, orang yang memenangkan pemilu, tapi tidak menjalankan mandatnya demi kepentingan publik. Orang melihat negara makin kacau, sedangkan demokrasi sudah jalan selama 12 tahun, lalu disimpulkan demokrasi itu yang gagal.  Justru demokrasi tidak gagal, hanya belum dipakai secara benar. Ibarat orang beli mobil, terus kurang lancar, maka orang kecewa pada mobil itu.Padahal yang salah bukan mobil, tapi pengemudinya. 

Menggeser Oligarki 

Demokrasi kita lahir secara cemerlang tahun 1998. Sayangnya, hasil demonstrasi jalanan tidak digunakan oleh mereka yang menciptakan perubahan, tapi oleh orang memanfaatkannya untuk kepentingan sempit melalui partai, melalui DPR, dan melalui pemerintah.  Ketiganya mengubah demokrasi menjadi oligarki, kubu kekuasaan yang saling memberi jalan mengambil harta dan kekuasaan dari masyarakat. Praktik lama seperti korupsi dan kolusi subur kembali. Ini merusak nama demokrasi. Yang buruk bukan demokrasi, tapi pemakainya yang membentuk oligarki. 

Oligarki adalah kondisi di mana kekuasaan dipegang oleh beberapa kelompok elite.Mayoritas masyarakat tidak ikut membuat keputusan. Kita lihat keputusan politik diambil oleh Setgab Koalisi atau oleh pimpinan fraksi di DPR, atau oleh Presiden bersama partaipartai.  Sangat berbahaya ini tidak dihayati. Orang perlu sadar, bahwa dalam oligarki, kekuasaan ada dalam kolusi antara partai, penguasa dan uang. Presiden tidak kuat melawan tekanan oligarki politik uang. Dalam konteks ini, pencalonan Sri Mulyani menjadi penting.  Minggu lalu kita melihat 100 orang datang ke Kementerian Hukum dan HAM, ribuan orang mendirikan SMI-K di daerah, kemudian Partai SRI membentuk DPW dan DPC syarat verifikasi partai.

Dibandingkan dengan keadaan tahun lalu di mana rakyat bungkam, capaian sekarang ini luar biasa.  Tidak banyak yang menyangsikan kapabilitas Sri Mulyani. Namun, ada saja orang yang tidak suka, karena tidak mengerti arti penghargaan dunia. Kenyataannya di Indonesia ada perasaan minder yang berwujud dalam xenophobia,takut pada segala hal berbau asing. Pengakuan internasional justru membangun bangsa. 

Tantangan bagi SRI adalah pendidikan publik mengenai kenyataan bernegara, dasar pengertian ekonomi yang menjelaskan bahwa bailout Bank Century itu menyelamatkan ekonomi kita. Presiden mengingatkan dalam menghadapi kemungkinan krisis ekonomi hari ini, bahwa kita punya pengalaman menghindari krisis dari luar dengan pilihan kebijaksanaan yang tepat pada 2008.  Tampilnya SRI membuktikan bahwa warga sekarang mampu mengajukan calon presiden yang bersih.Itu tanda keberdayaan pemilih yang menghidupkan kembali demokrasi kita.Pekerjaan rumah SRI adalah mengembangkan dirinya menjadi pendukung yang layak untuk Sri Mulyani 2014. 

Saat ini Sri Mulyani secara etis tidak boleh bicara politik, karena dia memegang kepercayaan 77 negara di dunia sebagai Managing Director Bank Dunia. Ini bukan merupakan halangan. Sri Mulyani sudah siap menjadi calon presiden. Yang masih harus dimatangkan adalah perangkat pendukung untuk meluruskan disinformasi.  Namun, bagaimanapun suatu perubahan politik sedang terjadi tanpa senjata dan tanpa uang, hanya suara pemilih. Itu hal yang sangat menggugah kita.Tujuan Partai SRI bukan menjadi partai besar, tetapi untuk menyiapkan calon bersih untuk Presiden RI. Hasil pilpres diserahkan pada suara pemilih. Sri Mulyani harus menjadi presiden dengan cara yang jujur dan terbuka, didasarkan pada sifatnya yang jujur,tegas,dan mampu. ?