Picture

 Sri Mulyani: Reformasi Demokrasi Dibajak

Thursday, 27 May 2010 MENUJU AMERIKA, Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kemarin meninggalkan kediamannya di Jalan Kertanegara 14, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Sri Mulyani bertolak ke Washington DC, AS untuk bekerja di Bank Dunia.

JAKARTA(SI) – Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan reformasi demokrasi di Indonesia sedang “dibajak” kekuatan-kekuatan reaksioner yang kuat. Sri Mulyani mengungkapkan serangan secara pribadi terhadap dirinya oleh sejumlah kecil tokoh politik dan bisnis memaksanya mundur dari posisi menteri keuangan.

Dia menegaskan bahwa masyarakat bisnis di Indonesia tidak mendukung sistem itu dikooptasi hanya karena kepentingan pribadi dan kepentingan sempit. Kelompok kecil itu berusaha mengooptasi politik dan sistem ekonomi Indonesia untuk memupuk pengaruh dan uang menjelang pemilihan umum presiden pada 2014. “Itu merupakan hal yang harus menjadi perhatian penuh.Ini menjadi sebuah pertarungan bagi Indonesia sekarang,” ujarnya kepada Financial Times seperti dikutip dari AFP kemarin.

Sri Mulyani mengundurkan diri pada 4 Mei 2010 dan akan menduduki posisi sebagai direktur pelaksana Bank Dunia per 1 Juni 2010. Dia mengungkapkan, kasus Bank Century yang diungkap di DPR juga menargetnya. Berdasarkan ”perhitungan”, posisinya tidak dapat dipertahankan.“Penggunaan uang untuk memobilisasi opini publik juga membuat saya bekerja tidak efektif,” tuturnya. Dia pun berharap pergantian menteri keuangan bisa melanjutkan program reformasi birokrasi.

Terkait reformasi birokrasi ini mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Anggito Abimanyu berpendapat. Bagi Anggito, belum semua agenda reformasi,termasuk di Kemenkeu,dilaksanakan. “Memang tidak semua dilaksanakan,” papar Anggito dalam diskusi “Utopia atau Realita,Catatan Kritis Perjalanan 12 Tahun Reformasi” yang diselenggarakan Megawati Institute di Jakarta kemarin.

Anggito yang mundur dari BKF mencontohkan ketentuan tidak boleh ada benturan kepentingan pada pejabat negara.Ada perintah dari menteri keuangan saat itu, misalnya, bahwa eselon I tidak boleh menjadi komisaris di perusahaan. Dia dan beberapa pejabat eselon I yang lain sudah melaksanakan, tapi ada yang belum taat ketentuan itu. Walau begitu dia membantah reformasi birokrasi di Kemenkeu tidak memberikan hasil. Reformasi birokrasi telah memberikan hasil, meski belum di semua tingkatan kepegawaian.

“Reformasi birokrasi mengubah mindset aparat dalam memberikan pelayanan dan pengabdian,khususnya di eselon I hingga III. Itu sudah ada key performance indicator (KPI),” katanya. Dalam kesempatan sama Ketua Komisi II DPR Choiruman Harahap memaparkan, sejauh ini tidak ada konsistensi dalam menjalankan reformasi birokrasi.Akibatnya, pelaksanaan reformasi birokrasi tidak optimal. “Permasalahan kita adalah tidak konsisten dalam melaksanakan reformasi birokrasi,”ujarnya.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi EE Mangindaan menguraikan bahwa pengaturan terkait kepegawaian masih tumpang tindih. Selain pengaturan aspek manajemen PNS yang diatur dalam Undang-Undang No 43/ 1999,terdapat beberapa pengaturan aspek kepegawaian dalam peraturan perundangan di sektor lain.

Bahkan ada aturan yang bertolak belakang dengan pengaturan manajemen secara nasional.“Kondisi ini dapat menimbulkan kesulitan bagi para pengelola kepegawaian dalam mengurus dan melaksanakan kebijaksanaan manajemen PNS,” tuturnya dalam rapat kerja Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dengan Komisi II DPR di Jakarta kemarin. (AFP/FT/andika hm/ pasti liberti/ant)